kaidah amar dan nahi
Istilaha mar makruf nahi munkar terdiri dari empat kosakata. Amar makruf terdiri dari dua kosakata, yakni amar dan makruf. Amar berasal dari kata ‘amara-ya’muru-amran, artinya menyeluuruh, memerintahkan, mengajak, membebani sesuatu untuk dilakukan lawan kata naha-yanha-nahyan.Makruf dari akar kata ‘arafa-ya’rifu-ma’rufan, ‘alima-ya’lamu-‘ilman, artinya
Jadi dakwah dan jihad Islam yang benar adalah ajakan atau seruan untuk mengamalkan ajaran Islam dengan cara hikmah dan bijaksana, mau‘izhah h asanah (petuah yang baik) dan perdebatan yang fair dan proporsional. Bukan amar makruf nahi mungkar dengan cara-cara kekerasan, memerangi, membunuh dan menyiksa.
Downloaddan bacalah ebook ini yang akan membuka tirai tentang Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan berbagai hal yang berkaitan dengannya, adapun topik ebook ini: Amar Ma’ruf Nahi Munkar_Imam An-Nawawi. Menyalahgunakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar Amar Ma’ruf Terutama Kepada Keluarga Sendiri. Amar Ma’ruf Nahi Munkar_Syaikh Jamil Zainu
A Amar, Nahi dan Takhyir Ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an dalam menyampaikan ajaran Allah dan begitu juga sunnah Rasulullah ada yang berbentuk amar (perintah), nahi
MelihatMaslahat dan Mafsadah Ada satu kaidah yang tidak boleh diabaikan oleh orang yang hendak menerapkan amar ma’ruf nahi mungkar, yaitu ‘menolak mafsadah (kerusakan) lebih diutamakan daripada mengambil maslahat’.
Les Site De Rencontre Gratuit En France 2012. a. Pengerian Al-Nahyu Larangan Menurut bahasa An-Nahyu berarti larangan. Sedangkan menurut istilah ialah اَلنَّهْيُ طَلَبُ التَّرْكِ مِنَ الأَعْلىَ إِلىَ اْلأَدْنىَ “An-Nahyu larangan ialah tuntutan meninggalkan perbuatan dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah kedudukannya”. Kedudukan yang lebih tinggi disini adalah Syaari’ Allah Swt atau Rasul Nya dan kedudukan yang lebih rendah adalah mukallaf. Jadi nahi adalah larangan yang datang dari Allah atau Rasul Nya kepada mukallaf. b. Bentuk Kata Nahi 1. Fi’il Mudhari yang didahului dengan “la nahiyah” / lam nahi = janganlahوَلاَ تَأْكُلُـوْا أَمْـوَالَكُمْ بَيْنَكُـمْ بِالْبَاطِلِ “Dan jangan engkau memakan harta saudaramu dengan cara batil.” QS Al Baqarah 188 وَلاَ تُفْسِــدُوْا فىِ اْلأَرْضِ “Janganlah engkau berbuat kerusakan di muka bumi.” QS Al-Baqarah 11 2. Lafadh-lafadh yang dengan tegas bermakna larangan mengharamkan. Misalnya حَرَّمَ، نَهَى، Firman Allah SWTحُرِّمَتْ عَـلَيْكُمْ أُمَّهتُكُمْ وَبَنَا تُكُمْ “Diharamkan bagi kamu ibu-ibumu dan anak-anak perempuanmu.” QS. An Nisa’ 23وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ "dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.” QS An Nahl 90 c. Kaidah an-Nahyu. 1. Nahi Menunjukkan فِى النَّهْيِ لِلتَّحْرِيْمِ “Pada asalnya nahi itu menunjukkan haram”. Menurut jumhur ulama, berdasarkan kaidah ini, apabila tidak ada dalil yang memalingkan nahi, maka tetaplah ia menunjukkan hukum haram. Misalnya Jangan shalat ketika mabuk, Jangan mendekati perbuatan أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, “ QS. An Nisa’ 4 43 Kadang-kadang nahi larangan digunakan untuk beberapa arti maksud sesuai dengan perkataan itu, antara lain a. Karahah الكراهه Misalnya ولا تصلوا فى اعطا ن الابل رواه احمد والترميذ “Janganlah mengerjakan shalat di tempat peristirahatan unta.”HR. Ahmad dan at-Thirmidzi Larangan dalam hadits ini tidak menunjukkan haram, tetapi hanya makruh saja, karena tempatnya kurang bersih dan dapat menyebabkan shalatnya kurang khusyu’ sebab terganggu oleh unta. b. Do’a الدعاء Misalnya ربنا لا تزغ قلوبنا بعد اذ هد يتنا ال عمران ۸ “Ya Tuhan kami! Janganlah Engkau jadikan kami cenderung kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami.” QS. Ali Imran 8 Perkataan janganlah itu tidak menunjukkan larangan, melainkan permintaan hamba kepada Tuhanya. c. Irsyad الارشاد artinya bimbingan atau petunjuk. Misalnya يا ايها الذين امنوا لا تسئلوا عن اشياء ان تبد لكم تسؤكم المئدة ۱۰ "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan memberatkan kamu.” QS. Al-Maidah 101 Larangan ini hanya merupakan pelajaran, agar jangan menanyakan sesuatu yang akan memberatkan diri kita sendiri. d. Tahqir التحقير artinya meremehkan atau menghina. Misalnya لاتمد ن عينك الى ما متعنا به ازوا جا منهم الحجر ۸۸ “Dan janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka orang-orang kafir.” 88 e. Tay’is التيئيس artinya putus asa. Misalnya لاتعتذ ر وااليوم التحريم ۷ “Dan janganlah engaku membela diri pada hari ini hari kiamat.” 7 f. Tahdid التهديد artinya mengancam. Misalnya لاتطع امرى “Taidk usah engkau turuti perintah kami.” g. I’tinas الائتناس artinya menghibur. Misalnya لاتحزن ان الله معنا التوبة ٤۰ “Jangan engkau bersedih, karena sesungguhnya Allah beserta kita .” 2. Larangan Sesuatu, Suruhan bagi Lawannya. اَلنَّهْيُ عَنِ الشَّيْئِ اَمْرٌ بِضِدِّهِ “Larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan kebalikannya”. Contoh Firman Allah تُشْرِكْ بِاللهِ لقمـان 13 “Janganlah kamu mempersekutukan Allah … QS. Luqman, 13 Ayat ini mengandung perintah mentauhidkan Allah Swt, sebagai kebalikan larangan mensekutukan-Nya. 3. Larangan yang اْلمُطْلَقُ يَقْتَضِى الدَّوَامِ فِى جَمِيْحِ اْلاَزِمِنَةِ “Larangan yang mutlak menghendaki berkekalan dalam sepanjang masa” Dalam suatu larangan yang berbentuk mutlak, baik membawa kebinasaan maupun menjauhinya, baru mencapai hasil yang sempurna, apabila dijauhi yang membinasakan itu selama-lamanya. Misalnya Perkataan orang tua pada anaknya, “Jangan dekati singa itu” untuk melepaskan diri dari kebinasaan. 4. Larangan dalam Urusan يَدُّلُ عَلَى فَسَدِ اْلمُتْهِيٌّ عَنْهُ فِى عِبَادَاتِ “Larangan menunjukkan kebinasaan yang dilarang dalam beribadah”. Untuk mengetahui mana yang syah dan mana yang batil dalam urusan ibadah, harusnya setiap orang itu mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. 5. Larangan dalam Urusan Mu’amalah. اَلنَّهْيُ يَدُّلُ عَلَى فَسَدِ اْلمُتْهِيٌّ عَنْهُ فىِ اْلعُقُوْد “Larangan yang menunjukkan rusaknya perbuatan yang dilarang dalam ber’aqad” Misalnya menjual anak hewan yang masih dalam kandungan ibunya, berarti akad jual belinya tidak sah. Karena yang diperjualbelikan tidak jelas dan belum memenuhi rukun jual beli. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian nahi munkar larangan, bentuk kata nahi, Kaidah nahi dan contohnya. Kunjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin.
BAB I PENDAHULUAN A .Latar Belakang Ushul fiqh sebagai ilmu metodologi penggalian dari berbagai hukum untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Penggalian hukum tersebut mempunyai peranan penting dalam ranah keilmuan agama islam khususnya. Pembahasan dari segi kebahasaan atau kalian lughawiyah sangat penting sekali dipelajari karna sumber hukumnya yaitu Al-Quran dan hadist yang menggunakan bahasa arab yang mempunyai banyak makna yang terkandung di dalamnya. Dalam makalah ini kami ingin membahas mengenai pembagian dari kaidah lughawiyah itu sendiri yang beupa lafazh untuk mengerjakan amar dan juga lafazh untuk meninggalkan nahyi. Agar kita memahami apa yang seharusnya dilakukan oleh para mukallaf demi kesejahteraan hidupnya. BAB II PEMBAHASAN KAIDAH LUGHAWIYAH Telah dijelaskan bahwa hukum syar’i itu adalah khitabtitahAllah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf dalam bentuk tuntutan, pilihan dan ketentuan . Khitab dalam bentuk tuntutan ada dua bentuk, yaitu tuntutan untuk mengerjakan dan tuntutan untuk meninggalkan. Setiap tuntutan mengandung taklif beban hukum atas pihak yang dituntut; dalam hal ini adalah manusia mukallaf. Tuntutan yang mengandung beban hukum untuk mengerjakan disebut perintah atau “amar”. Sedangkan tuntutan yang mengandung bebab hukum untuk ditinggalkan disebut larangan atau “nahi”. Pembahasan mengenai lafaz dari segi sighat taklif mengandung dua pembahasan , yaitu tentang amar dan nahi. Amar Menurut jumhur ulama ushul, definisi amr adalah lafazh yang menunjukkan tuntutan dari atasan kepada bawahannya untuk mengerjakan suatu pekerjaan.[1] Adapun menurut bahasa amr itu berrati perintah .Definisi tersebut tidak hanya ditujukan pada lafazh yang memakai sighat amr,tetapi ditujukan pula pada semua kalimat yang mengandung perintah, karena kalimat perintah tersebut terkadang menggunakan kalimat majazi samar.Namun yang paling penting dalam amr adalah bahwa kalimat tersebut mengandung unsur tuntutan untuk mengerjakan sesuatu. amar Para ulama ushul telah menyepakati bahwa bentuk amr ini digunakan untuk berbagai macam menyebutkan sebanyak 15 macam Al-Mahalli dalam Syarah Jamu’ Al-Jawami’ menyebutkan sebanyak 26 makna .Demikian pula mereka sepakat bahwa bentuk amr secara hakikat digunakan untuk thalab tuntutan. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai thalab ini .Apakah dengan sendirinya menunjukkan wajib ataukah diperlukan adanya qarinah . Menurut jumhur ulama , amr itu secara hakikat menunjukkan wajib dan tidak bisa berpaling dari arti lain, kecuali bila ada qarinah . Golongan kedua ,yaitu mazhab Abu Hasyim dan sekelompok ulama mutakallimin dari kalangan Mu’tazilah menyatakan bahwa hakikat amr itu adalah nadb. Golongan ketiga berpendapat bahwa amr itu musytarak antara wajib dan nadb , pendapat ini dipengaruhi oleh Abu Mansur Al-Maturidi. Pendapat keempat, Qadi Abu Bakar , Al-Ghazali, dan lain lain ,menyatakan bahwa amr itu maknanya bergantung pada dalil yang menunjukkan maksudnya. amr bila tidak disertai qarinah Makna hakiki amr yang diperselisihkan diatas ialah apabila amr itu tidak disertai suatu qarinah. Golongan Zahiriyah, antara lain Ibnu Hazm berpendapat bahwa amr yang terdapat dalam Al-Qur’an ,sungguhpun disertai qarinah tetap menunjukkan wajib, kecuali kalau ada nash lain atau ijma’ yang memalingkan pengertian amr dari wajib . Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa tidak adanya qarinah menunjukkan wujub . Sebaliknya, adanya suatu qarinah sudah cukup dapat mengubah hakikat arti amr itu .[2] Dari kedua sikap ulama diatas , ada dampak luas pada penetapan hukum . Contoh yang dapat dikemukakan disini ialah masalah pencatatan dan persaksian dalam hutang piutang . Menurut Zahiriyah , pencatatan dalam persaksian hutang piutang ini adalah wajib, berdasarkan ayat 282 ,Al-Baqarah. Bentuk amar pada ayat tersebut menunjukan wajib dan tidak bisa menyimpang dari arti zahir kecuali dengan nash atau ijma’ Ibnu Hazm80. Menurut jumhur ulama , amr pada ayat tersebut nadb . Alasannya , mayoritas kaum muslimin dalam melakukan jual beli yang tidak kontan itu tidak dicatat dan dipersaksikan. Oleh karena itu, dipandang ijma’ dikalangan kaum muslimin , bahwa amr pada ayat tersebut bukan untuk menujukkan wujub . Bagi ulama yang berpendapat bahwa amr itu pada prinsipnya menunjukkan wajib dan tidak bisa berubah , kecuali ada qarinah , mereka sendiri sebenarnya berbeda pendapat dalam menentukan sesuatu yang dipandang sebagai qarinah .Perbedaan tersebut otomatis berpengaruh pada penetapan hukum. Misalnya, masalah mut’ah bagi wanita yang dicerai . lafadz amr Jumhur ulama berpendapat bahwa lafadz amr itu diciptakan untuk memberi pengertian wajib. Selama lafadz amr itu tetap dalam kemutlaqannya ia selalu menunjukkan kepada arti yang hakiki, yakni wajib, yang memang diciptakan untuknya dan tidak akan dialihkan kepada arti lain, jika tidak ada qarinah yang mengalihkannya.[3] bentuk amr dan lafazhnya Jika bentuk amr disertai oleh qarinah dalil yang menujukkan bahwa amr itu untuk arti selain wajib, maka makna amr itu disesuaikan dengan konteksnya , misalnya 1. Amr mengandung hukum kebolehan ibahah seperti seruan makan dan minum .[4] كُلُوْا وَاشْرَبُوْا مِنْ رِّزْقِ اللهِ Artinya … makan dan minumlah rezki yang diberikan Allah… 60. اَعْمَلُوْا مَا شِئْتُم Artinya … lakukanlah jika kamu menghendaki… 41 40. فَكَا تِبُوْهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيْهِمْ خَيْرً Artinya …makan dan minumlah rezeki yang diberikan Allah…QS. Al-Baqarah / 260. 2. Amr mengandung ancaman tahdid, contohnya lakukan kamu mengkehendaki ...اَعْمَلُوْا مَا شِئْتُمْ ... Artinya …lakukanlah jika kamu mengkehendaki…QS. Fushilat / 4140. 3. Amr mengandung sunah, contohnya seruan menulis atau membuat perjanjian dengan orang lain jika dipandang baik فَكَا تِبُوْهُمْ اِنْ عَلِمْتُمْ فِيْهِمْ خَيْرًا ...... Artinya …hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka… / 24-33. 4. Amr mengandung petunjuk , contohnya seruan menulis dan mendatangkan dua saksi dalam hutang piutang.[5] يَاَيّهَا ا الَّذِ يْنَ ءَامَنُوْا اِذَا تَدَايْنَتُمْ بِدَيْنِ اِلَى اَجَلٍ مُسَمّى فَا كْتَبُوْهُ... Artinya …Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya… QS. Al-Baqarah / 2-282 5. Amr mengandung arti memuliakan ikram , misalnya seruan masuk surga dengan selamat dan aman اَدْخُلُوْ هَا بِسَلَمٍ ءَامِنِيْنَ َArtinya Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera dan aman.” QS. Al-Hijr / 15-46 6. Amr bermakna persamaan / menyamakan, contoh seruan bersabar atau tidak bersabar bagi penghuni neraka اَصْلَوْهَا فَاصْبِرُوأ أَوْلَا تَصْبِرُوْأ سَوَآءٌ عَلَيْكُمْ... Artinya Masukklah kamu kedalamnya rasakanlah panas apinya ; maka baik kamu bersabar atau tidak , sama saja bagimu. QS. At-Tuur / 52-16 7. Amr mengandung penghinaan, contohnya seruan menjadi kera yang hina فَقٌلْنَا لَهُمْ كُوْ نُوْأ قِرَدَةً خَسِءِيْنَ Artinya Kami berfirman kepada mereka “Jadilah kamu kera yang hina… “ 8. Amr berarti seruan membuat semisal al-Qur’an bagi yang menentangnya. اَلّذِىِ جَعَلَ لَكُمْ الاَرْضِ فِرَشًا وَألسمَاءَ بِنَاءً وَاَنْزَلَ مِنَ السمَاءِ مِاءً فَاَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثمَرَاتِ رِزْقًا لكُمْ فَلَا تَجْعَلؤا لِلهِ اَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنََ ArtinyaDan jika kamu tetap dalam keraguan tentang al-Qur’an yang kami wahyukan kepada hamba Kami Muhammad, buatlah satu surat saja yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah , jika kamu orang-orang yang benar . 9. Amr mengandung pernyataan terhadap nikmat imtinan , contohnya , seruan makan atas rezeki yang dianugerahkan oleh Allah ...كُلُوْأمِما رَزَقَكُمُ اللهُ وَلَا تَتبِعُوْأ خُطُوَاتِ الشَيطْانِ... Artinya…makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan… 2; 142 10. Amr berarti penciptaan , contohnya ”Jadilah maka jadilah ia” كُنْ فَيَكُوْنَ… Artinya…jadilah maka jadilah ia 36 82 11. Amr mengandung penyerahan tafwidh , contohnya seruan memutuskan hukuman apa yang hendak diputuskan ...فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ... Artinya “…maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan…” QS. Thaha / 2072 12. Amr bermakna mendustakan ,contoh seruan Allah kepada orang Yahudi untuk menunjukkan bukti kebenaran jika mereka benar ...قُلْ هَاتُوْا بُرْهَانَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ Artinya …katakanlah ”Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar. 2111 13. Amr mengandung arti sedih talhif , contoh seruan mati dengan kemarahannya bagi orang kafir ...قُلْ مُوْتُوْا بِغَيْضِكُمْ... Artinya …matilah kamu dengan kemarahanmu itu “. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati … Imran/ 3119 14. Amr bermakna permohonan do’a, contoh seruan hamba kepada Allah “Ya Allah berilah kami kebaikan di dunia ini dan akhirat رَبنَا ءَاتِنَا فِى الدنْيَا حسَنَةَ وَفِى الأخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَا بَ النارِ Artinya Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. /2201 15. Amr bermakna permintaan biasa karena datangnya dari orang yang sederajat. Contoh seseorang berkata kepada temannya “Mainlah ke rumahku!” 16. Amr berarti angan-angan tamanni , misalnya orang yang sudah tua renta berangan-angan semoga muda kembali lagi. 17. Amr bermakna sopan santun, contoh hadis yang menyeru agar kita makan-makanan yang letaknya lebih dekat dengan tempat kita duduk hadis . 6. Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan amr Apabila dalam nash teks syara’ terdapat salah satu dari bentuk perintah tersebut, maka seperti dikemukakan Muhammad Adib Saleh, ada beberapa kaidah yang mungkin biasa diberlakukan.[7] Kaidah pertama “ushulil fiil amri lil wujubi”, meskipun suatu perintah bisa menunjukkan berbagai pengertian, namun pada dasarnya suatu perintah menunjukkan hukum wajib dilaksanakan kecuali ada indikasi atau dalil yang memalingkannya dari hukum tersebut. Kesimpulan ini, di samping didasarkan atas ahli bahasa, juga atas ayat 62 Surat an-Nur yang mengancam akan menyiksa orang-orang yang menyalahi perintah Allah. Adanya ancaman siksaan itu menunjukkan bahwa suatu perintah wajib dilaksanakan . Contoh perintah yang terbebas dari indikasi yang memalingkan dari hukum wajib adalah ayat 77 Surat an-Nisa ...وَاَقِيْمُوْا الصلَةَ وَءَاتُوْ الزكَاةَ… …Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat … Ayat tersebut menunjukkan hukum wajib mendirikan shalat lima waktu dan menunaikan zakat. Kaidah kedua “Dalalatul umuri ala takriri awil wahidatu”, adalah suatu perintah haruskah dilakukan berulang kali atau cukup dilakukan sekali saja?, menurut jumhur ulama Ushul Fiqh , pada dasarnya suatu perintah tidak menunjukkan harus berulang kali dilakukan kecuali ada dalil untuk itu. Karena suatu perintah hanya menunjukkan perlu terwujudnya perbuatan yang di perintahkan itu dan hal itu sudah tercapai meskipun hanya dilakukan satu kali. Contohnya , ayat 196 Surat al-Baqarah وَأَتِموا الْحَج وَالْعُمْرَة للهِ... “Dan sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah …”. 2196 Perintah melakukan haji dalam ayat tersebut sudah terpenuhi dengan melakukan satu kali haji selama hidup. Kaidah ketiga “Dalalatul umuri alal furi au tarakhi” adalah suatu perintah haruskah dilakukan sesegera mungkin atau bias ditunda- tunda ? pada dasarnya suatu perintah tidak menghendaki untuk segera dilakukan selama tidak ada dalil yang menunjukkan untuk itu, karena yang dimaksud suatu perintah hanyalah terwujudnya perbuatan yang diperintahkan.[8] Pendapat ini dianut oleh jumhur ulama Ushul Fiqh. Menurut pendapat ini, adanya ajaran agar suatu kebaikan segera dilakukan, bukan ditarik dari perintah itu sendiri, tetapi dari dalil lain, misalnya, secara umum terkandung dalam ayat 148 Surat al-Baqarah ...فَا سْتَبِقُوْا الْخَيْرَاتِ... “…Maka berlomba-lomba dalam membuat kebaikan…”QS. Al-Baqarah/2148 Menurut sebagian ulama, antara lain Abu al-Hasan al-Karkhi w. 340 H, seperti dinukil Muhammad Adib Shalih, bahwa suatu perintah menunjukkan hukum wajib segera dilakukan. Menurut pendapat ini, barangsiapa yang tidak segera melakukan suatu perintah di awal waktunya , maka ia berdosa. B. NAHYI larangan 1. Pengertian nahyi. Secara bahasa nahyi bisa berarti larangan dan mencegah. Adapun dalam istilah ushul, nahyi berarti “annahyu huwa thalabul kaffa a’nil fi’lin”, artinya “tuntutan untuk meningggalkan perbuatan “. Jumhur ulama sepakat bahwa pada asalnya nahyi itu mengandung hukum haram karena semua bentuk larangan akan mendatangkan kerusakan. Contohnya larangan merusak alam, larangan berzina, larangan berlaku riba, dan sebagainya. Jika larangan- larangan tersebut dilanggar oleh manusia , maka akan mengakibatkan kerusakan dan kemusnahan bagi kehidupan manusia.[9] 2. Makna sighat nahyi Para ulama ushul sepakat bahwa hakikat dadalah nahyi adalah untu menuntut meninggalkan sesuatu, tidak bisa beralih makna.[10]kecuali bila ada suatu qarinah. Namun, mereka berbeda pendapat tentang hakikat tuntutan untuk meninggalkan larangan tersebut, apakah hakikatnya untuk tahrim, karahah, atau untuk keduanya ● Menurut jumhur, hakikatnya itu untuk tahrim, bukan karahah. Tidak bisa menunjukkan makna lain, kecuali dengan qarinah. ● Menurut pendapat kedua, nahyi yang tidak disertai qarinah menunjukkan karahah. ● Menurut pendapat ketiga, musytarak antara tahrim dan karahah, baik isytirak lafazhi maupun isytirak maknawi. ● Hakikat tuntutan nahyi itu tasawuf. Dari keempat pendapat di atas, yang dipandang kuat adalah pendapat jumhur. Hal ini disimpulkan dari keumuman sighat-sighat nahyi, juga didasarkan pada argument-argumen di bawah ini a. Akal yang sehat bisa menunjukkan bahwa larangan itu menunjukkan pada haram. b. Para ulama salaf memakai nahyi dalil untuk menunjukkan haram. Dan hal itu telah disepakati sejak zaman para sahabat, tabi’in, dan para pengikut mereka. c. Firman Allah Swt. Dalam surat al-Hasyr 7 وَمَا اتَا كُمُ الرسُوْلَ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا Artinya “Dan apa-apa yang Rasul datangkan perintahkan kepada kamu semua taatilah, dan apa-apa yang dilarang kepada kamu semua jauhilah.” 7 3. Nahyi menuntutut untuk meninggalkan secara langsung Sesungguhnya nahyi itu menuntut untuk meninggalkan apa yang dilarang sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT. Surat al-an’am ayat 151 وَلَا تقْتُلُوْا النفْسَ التِى حَرمَ اللهُ اِلِا بِالْحَق Artinya “janganlah kamu semua membunuh seorang jiwa yang diharamkan Allah, kecuali dengan hak.” QS. Al-An’am 151 Dengan kata lain, janganlah kamu semua menyebabkan seseorang terbunuh. Kata “terbunuh” adalah bentuk nakirah dalam keadaan nahyi. Hal itu sangat umum dan menunjukkan siapa saja yang terbunuh, kapan saja dan dilakukan terus menerus, kecuali jika ada dalil yang men-taksis keumumannya, seperti membunuh dengan hak. Dengan demikian , jelaslah bahwa larangan itu membutuhkan pelaksanaan secara langsung dan terus menerus, karena pelaksanaan secara terus menerus dan langsung termasuk dilalah nahyi. Hal itu merupakan ijma’ dari ulama, masa sahabat dan tabi’in. Mereka menetapkan bahwa nahyi iu menuntut agar meninggalkan yang dilarang secara langsung dan terus menerus. [11] Bentuk nahyi ada satu, yaitu fiil mudhari’ disertai la nahyi. Macam-macam nahyi adalah sebagai berikut 1. Nahyi menunjukkan haram الْأصْلُ فِى النهْيِ لِلتحْرِيْمِ Artinya ”Asal dari larangan itu haram.” 2. Larangan berarti makruh اَلْأصْلُ فِى النهْيِ لِلْكِرَاهَةِ Artinya “Asal dari larangan itu makruh.” 3. Larangan berarti iltimas permohonan dari seseorang kepada orang lai yang tingkatannya sama Iltimas dilakukan oleh sesama teman, misalnya seseorang melarang kawannya bermain bola di musim hujan. 4. Larangan berarti irsyad petunjuk Misalnya, larangan yang terdapat dalam surah al-Maidah ayat 101 يَآ يهَاالذِيْنَ امَنُوْالَاتَسْءَلُوْ عَنْ اَشْيَآءَ اِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤكُمْ Artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan kepada nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu.” 5. Larangan berarti tahdid ancaman Seperti kata majikan kepada pembantunya,”Tidurlah dan jangan bekerja lagi nanti kamu kelelahan!” 6. Larangan berarti tais memutus asakan Misalnya dalam surat at-Tahrim ayat 7 يَآيهَا الذِيْنَ كَفَرُوْالَاتَعْتَذِرُواالْيَوْمَ Artinya “Hai orang orang kafir janganlah minta ampun pada hari ini kiamat.” 7. Larangan bermakna taubikh teguran Misalnya, larangan yang terdapat pada surat al-Qiyamah ayat 16 Artinya لَاتُحَركْ بِهِ لِسَا نَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ “Jangan engkau Muhammad gerakkan lidahmu untuk membaca Al-Qur’an karena hendak ,cepat-cepat menguasainya.” 8. Larangan bermakna tamanni angan-angan Misalnya, seorang pengantin berkata,”Wahai malam, janganlah engkau berakhir dengan subuh, panjangkanlah waktu malammu agar aku dapat menikmati malam pengantinku tanpa batas waktu.” 4. Ihwal nahyi Para ulama ushul dalam menjelaskan hal ihwal nahyi menempuh berbagai jalan.[12] Namun, pada garis besarnya, hal ihwal nahyi dapat dikelompokkan pada lima macam a. Nahyi itu berada secara mutlaq, yakni tanpa ada qarinah yang menunjukkan sesuatu yang dilarang. Bentuk ini ada dua macam ● Pertama, larangan yang bersifat perbuatan indrawi, seperti puasa, shalat, dan sebagainya. ● Kedua, adalah tindakan syara’. b. Para ulama memberikan penjelasan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan perbuatan indrawi ialah suatu perbuatan yang dapat diketahui secara indrawi, yang wujudnya yang wujudnya tidak bergantung pada syara’. Sedangkan yang dimaksud dengan tindakan syara’ ialah segala perbuatan yang wujudnya bergantung pada syara’ . c. Nahyi itu kembali kepada dzatiyah perbuatan, seperti larangan jual beli hashat jual beli yang penentuan barangnya dengan jalan melempar batu kerikil, pada masa sekarang bisa berbentuk koin. d. Nahyi yang melekat pada sesuatu yang dilarang, bukan pada pokoknya, seperti jual beli riba dan larangan puasa pada hari raya. e. Nahyi kembali pada sifat yang berkaitan dengan suatu perbuatan, tetapi perbuatan itu bisa terpisah dari perbuatan yang lainnya, seperti larangan shalat ditempat hasil rampasan dan larangan jual beli diwaktu shalat jum’at. BAB III PENUTUP Kesimpulan dari makalah diatas hukum syar’i yang biasa disebut titah atau perintah Allah yang ditujukan pada tiap-tiap mukallaf baik itu dalam bentuk tuntutan amar dan juga dalam bentuk larangan/mencegah nahyi. Secara garis umum amar adalah lafal yang menunjukkan tuntutan untuk mengerjakan perbuatan, sedangkan nahyi adalah tuntutan untuk mencegah atau tidak mengerjakan perbuatan. Kedua kaidah lughawiyah ini mencakup beberapa kaidah, hakikat, dan lafal-lafal yang digunakan, yang lafalnya tersebut bermuara pada contoh dalam Al-Qur’a. Daftar Pustaka Effendi Satria, Ushul Fiqh, Kencana, Jakarta, 2005. Saebeni Ahmad Beni, Ilmu Ushul Fiqh, CV. Pustaka Setia, Bandung,2012. Syafe’i Rachmat, Ilmu Ushul Fiqh, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2010. Shidiq Sapiudin, Ushul Fiqh, Kencana, Surabaya, 2011. Yahya Mukhtar dan Rahman Fatchur, Fiqh Islam, PT Alma’arif, Bandung, 1986. [1] Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung Pustaka Setia, 2010, Cet ke-5, hal. 200. [2] Rachmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung Pustaka Setia, 2010, cet ke-5, hal. 201. [3] Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, Fiqh Islam, Bandung Alma’arif, 1986, cet ke-1, hal. 195. [4] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, Surabaya Kencana Pranada Media Group, 2011, cet ke-1, hal. 172. [5] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, Surabaya Kencana , 2011, cet ke-1, [6] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, Surabaya Kencana, 2011 cet ke-1, hal. 174. [7] Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta Kencana ,2005 cet ke-1, hal. 184. [8] Setria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta Kencana, 2005 cet ke-1 hal. 186. [9] Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, Surabaya Kencana, 2011 cet ke- 1, hal. 180. [10] Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung Pustaka Setia, 2010 cet ke-4, hal. 207. [11] Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung Pustaka Setia, 2010 cet ke-4, hal. 208. [12] Rahmat Syafe’I, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung, Pustaka Setia, 2010, cet, ke-4, hal. 209.
0% found this document useful 0 votes457 views15 pagesOriginal TitleKAIDAH USHULIYAHAMM,KHAS,AMAR DAN NAHYICopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes457 views15 pagesKaidah Ushuliyah Amm, Khas, Amar Dan NahyiOriginal TitleKAIDAH USHULIYAHAMM,KHAS,AMAR DAN NAHYIJump to Page You are on page 1of 15 You're Reading a Free Preview Pages 6 to 13 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
AMAR DAN NAHI Telah ditetapkan bahwa hukum syar’i itu adalah Kitab titah Allah, yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf dalam bentuk tuntutan, pilihan dan ketentuan. Kitab dalam bentuk tuntutan ada dua bentuk yaitu tuntutan yang mengandung beban hukum untuk dikerjakan disebut perintah amar dan tuntutan yang mengandung beban hukum untuk ditinggalkan yang disebut dengan larangan nahi. A. Amar Amar dapat dilihat dari beberapa segi, antara yang satu dengan lainnya saling berkaitan; 1. Hakikatnya, 2. Definisinya, 3. Ucapan yang digunakan, 4. Penunjukkannya. Hakikat Amar Kata amar banyak terdapat dalam al-Qur’an. Ada yang mengandung arti “ucapan” atau “perkataan”. Contohnya firman Allah dalam surat Thaha ayat 132 132. Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat ….. Ada juga kata amar yang tidak mengandung arti ucapan; diantaranya seperti untuk “sesuatu” atau “urusan” atau “perbuatan”. Beberapa arti amar dapat dilihat dalam contoh-contoh ayat di bawah ini; Surat al-Syura 38 38. … urusan mereka diputuskan dengan musyawarat antara mereka…. Amar dalam ayat ini mengandung arti “urusan” Surat Ali Imran 159 159. …dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam segala sesuatu … Amar dalam ayat ini mengandung arti “sesuatu”. Surat al-Thalaq 9 Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar. Amar dalam ayat ini mengandung arti “perbuatan” Definisi Amar Dalam setiap kata amar mengandung tiga urusan, yaitu Ø Yang mengucapkan kata amar atau yang disuruh Ø Yang dikenai kata amar atau yang disuruh Ø Ucapan yang digunakan dalam suruhan itu Perbincangan mengenai hal definisi amar ada perbedaan pendapat dikalangan ulama ushul dalam merumuskannya Diantara ulama, termasuk ulama mu’tazilah mensyaratkan bahwa kedudukan pihak yang menyuruh harus lebih tinggi dari pihak yang disuruh. Kalau kedudukan yang menyuruh lebih rendah dari yang disuruh, maka tidak dapat disebut amar, tetapi disebut “doa”, seperti disebutkan dalam al-Qur’an Surat Nuh 28 28. Ya Tuhanku! ampunilah aku, ibu bapakku, … Sebagian besar ulama, termasuk Qodhi Abu Bakar dan Imam Haramain mendefinisikan amar sebagai berikut “Suatu ucapan yang menuntut kepatuhan dari yang menyuruh untuk mengerjakan suatu perkataan yang disuruhnya.” Sighat Amar Dikatakan ulama ushul diperbincangan tentang apakah dalam menggambarkan amar menuntut orang mengerjakan sesuatu ada ucapan yang dikhususkan untuk itu, sehingga dengan ucapan itu akan diketahui bahwa maksudnya adalah perintah untuk berbuat. Atau untuk amar itu tidak ada kata khusus, tetapi untuk mengerjakan sebagai suruhan tergantung kepada kehendak orang yang menggunakan kata amar itu. Dalam hal ini terdapat perbedaana dikalangan ulama 1. Banyak ulama ushul fiqh berpendapat bahwa untuk tujuan menyuruh amar itu ada ucapan tertentu dalam penggunaan bahasa, sehingga tanpa ada qarinah apapun kita dapat mengetahui bahwa maksudnya adalah perintah. 2. Abu al-Hasan dari kalangan ulama mu’tazilah berpendapat bahwa amar itu tidak dinamakan amar dengan semata melihat kepada lafadnya, tetapi dapat disebut amar, karena ada kehendak dari orang yang menyuruh untuk melakukan perbuatan itu. 3. Abul Hasan dari kalangan ulama al-Asy’ariah ia berpendapat bahwa amar itu tidak mempunyai sighat tertentu. Amar dari Segi Dilalah penunjukan dan Tuntutannya Setiap lafadz amar menunjuk kepada dan menuntut suatu maksud tertentu. Maksud tersebut dapat diketahui dari sighat lafadz itu sendiri. Berikut adalah diantara bentuk tuntutan dari kata amar Untuk hukum wajib, artinya lafadz amar itu menghendaki pihak yang disuruh wajib melaksanakan apa yang tersebut dalam lafadz itu. Umpamanya firman Allah dalam surat An-Nisa 77; 77. …Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!” .. Amar di dalam ayat ini menimbulkan hukum wajib meskipun tanpa qarinah yang mengarahkannya untuk itu. Untuk hukum nadb atau sunnat, artinya hukum yang timbul dari amar itu adalah nadb, bukan untuk wajib. Contohnya dalam surat al-Nur 33 hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, Lafadz kitabah, yaitu kemerdekaan dengan pembayaran cicilan yang disuruh dalam ayat tersebut, menimbulkan hukum nadb, sehingga bagi yang menganggap tidak perlu, maka tidak ada ancamannya apa-apa. B. Nahi Definisi Nahi Pembicaraan ulama dalam pembahasan tentang “amar” yang menyangkut hakikat, sikap dalam mengucapkan, dan kedudukan yang memberikannya, berlaku pula dalam pembicaraan tentang “nahi” larangan[1]. Apabila dalam nash syara’ terdapat lafazd khos dalam bentuk larangan, atau bentuk berita yang mengandung pengertian larangan, maka lafadz itu memberi pengertian haram, artinya tuntutan menahan sesuatu yang dilarang dengan pasti. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al Baqarah 221 ..Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. … Dari ayat tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa haram seorang lelaki muslim mengawini wanita musyrik sampai ia beriman[2]. Jadi, definisi Nahi adalah “Tuntutan untuk meninggalkan secara pasti, tidak menggunakan Tinggalkanlah’, atau yang sejenisnya.” Hakikat Nahi Memang dalam al-Qur’an terdapat beberapa kemungkinan maksud dari larangan. Untuk apa sebenarnya hakikat nahi itu dalam pengertian lughawi? Hal ini menjadi perbincangan di kalangan ulama, yaitu Jumhur ulama yang berpendapat bahwa hakikat asal nahi itu adalah untuk haram dan ia baru bisa menjadi bukan haram bila ada dalil lain yang menunjukkannya. Dalam hal ini Jumhur ulama mengemukakan sebuah kaidah yang populer “Asal dari larangan adalah untuk hukum haram” Ulama Mu’tazilah yang berpendapat bahwa hakikat amar adalah untuk nadb sunnat, dan berpendapat bahwa nahi itu menimbulkan hukum karahah makruh. Berlakunya untuk haram tidak diambil dari larangan itu sendiri tetapi karena ada dalil lain yang memberi petunjuk Hubungan Timbal Balik Antara Amar dan Nahi Amar tentang sesuatu berarti tuntutan mengerjakan sesuatu itu. Sedangkan nahi atas sesuatu berarti tuntutan menjauhi sesuatu itu. Apabila suatu perbuatan disuruh untuk dikerjakan apakah berarti sama dengan kebalikannya berupa larangan untuk meninggalkan perbuatan tersebut. Atau dengan kata lain, apakah amar tentang sesuatu sama dengan nahi terhadap lawan sesuatu itu. Sebelumnya perlu dijelaskan mengenai bentuk lawan dari suatu kata. Bentuk pertama adalah lafadz yang hanya mempunyai satu lawan kata. Bentuk yang seperti ini disebut alternatif. Umpamanya lawan kata bergerak adalah diam. Bentuk kedua adalah lafadz yang lawan katanya lebih dari satu, disebut kontradiktif. Umpamanya, lawan kata berdiri adalah duduk, bertaring, jongkok dan sebagainya. 1. Segolongan ulama, diantaranya ulama Hambali, berpendapat bahwa bila datang larangan mengerjakan satu perbuatan dan ia hanya mempunyai satu lawan satu kata, berarti disuruh melakukan lawan kata dari segi artinya. Misalnya, dilarang bergerak berarti disuruh untuk diam. Bila lawan kata dari yang dilarang itu banyak berarti disuruh melakukan salah satu dari lawan katanya. Mereka mengemukakan alasan bahwa bila dilarang melakukan sesuatu perbuatan berarti wajib meninggalkannya dan tidak mungkin meninggalkannya kecuali dengan cara melakukan salah satu diantara lawan-lawan kata tersebut. 2. Banyak ulama, diantaranya Imam Haramain, al-Ghazali, al-Nawawi, al-Jufani dan lainnya berpendapat bahwa amar nafsi tentang sesuatu yang tertentu, baik hukumnya wajib atau nadb bukanlah berarti larangan mengerjakan lawan sesuatu itu dan juga tidak merupakan kebiasaan bagi lawannya baik larangan itu menghasilkan hukum haram/karahah, baik lawan kata itu satu atau lebih dari satu.[3] [1] Amir Syarifuddin., Ushul Fiqih Jilid 2, Jakarta Logos Wacana Ilmu, 2001 hal. 159 [2] Abdul Wahab Khalaf., Ilmu Ushul Fiqh, Bandung Gema Insani Risalah Press, 1997. Cet. 2, hal. 351 [3] Amir Syarifuddin., Ushul Fiqh Jilid 2, Jakarta Logos Wacana Ilmu, 2000. 2001.
PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Fiqih sebagai ilmu metodologi penggalian hukum mempunyai peranan penting dalam ranah keilmuan agama Islam khususnya dalam ilmu hukum islam atau ilmu fiqih. Pembahasan dari segi kebahasaan atau kajian lughawiyah, sangat penting sekali ditela’ah karena sumber hukum islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadist menggunakan bahasa arab yang mempunyai banyak makna yang terkandung didalamnya. Hukum-hukum yang ada dalam syari’at islam diambil dari perintah dan larangan Allah atau Utusan-Nya. Dalam ushul fiqih banyak sekali pembahasan tentang kaidah-kaidah yang perintah dan larangan, hukum-hukum perintah dan larangan. Oleh karenanya kami akan sedikit menerangkan tentan kaidah usul fiqh yaitu الامر و النهي 2. RUMUSAN MASALAH Dari diskripsi diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut Apakah yang dinamakan الامر و النهي Apasaja kaidah-kaidah usul fiqih tentang الامر و النهي 3. TUJUAN Tujuan mempelajari makalah ini yaitu memberi sedikit gambaran dan pandangan terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan yang terdapad dalam ajaran Syariat Islam. PEMBAHASAN 1. PERINTAH الامر الامر secara terminologi berarti perintah. secara etimologi Imam Syarifuddin Yahya Al Umrithi mengatakan dalam kitab al-Waroqot وحده استدعاء فعل واجب * بالقول من من كان دون الطالب[1] Bahwasanya larangan yaitu permintaan untuk melakukan suatu pekerjaan yang wajib menggunakan ucapan kepada orang yang drajatnya lebih rendah dari orang yang meminta. Bisa disimpulkan bahwa perintah yaitu permintaan untuk melakukan suatu perkara dari orang yang lebih tinggi drajatnya. Berbeda halnya permintaan melakukan sebuah pekerjaan dari orang yang sama drajatnya, yang mana ini dimakan iltimas. Ataupun dari yang lebih rendah drajatnya maka dinamakan do’a.[2] Dalam pembahasan perintah terdapat kaidah-kaidah dasar sebagai berikut Hukum asal dalam perintah adalah wajib, kecuali ada dalil pertanda yang mengatakan selainya[3]. الاصل في الامر للوجوب الا ان دل دليل على خلافه Jadi hukum dasar perintah yang ada dalam sariat islam itu hukumnya wajib dilaksanakan. Kecuali ada dalil lain yang mengatakan selainya, baik sunah ataupun mubah. Dari kaidah ini bisa disimpulkan perintah bisa mengandung tiga hukum[4] Contoh perintah sholat. اقيموا الصلاة [5] Contoh perintah memberi saksi dalam jual beli واشهدوا اذا تبايعتم dijelaskan kembali dalam hadis ان النبي باع ولم يشهد hadis ini menunjukan bahwa hal ini tidak wajib, akan tetapi sunah. Contoh perintah berburu dalam ayat واذا حللتم فصطادوا[6] dalam ayat ini ada perintah untuk beburu, akan tetapi ada qorinah bahwa perintah berburu ini hukumnya mubah dikarenakan ayat ini menjelaskan oran yang ihroh tidak boleh berburu akan tetapi jika sudah tahalul maka hukumnya sudah diperbolehkan. 2. Hukum asal dalam perintah tidak harus langsung dikerjakan, kecuali ada dalil yang mengatakan hal lain[7]. الاصل في الامر لا يقتضي الفور الا ان دل دليل على خلافه Maksudnya tidak wajib dilakukan seketika itu. Akan tetapi bisa dilakukan pada waktu lain. Akantetapi jika ada dalil tertentu yang menunjukan waktu pelaksanaanya maka harus dilakukan pada waktu tersebut. Contohnya hukum ibadah haji tidak wajib dilakukan segera karena ada qorinah yaitu bagi yang sudah mampu. Contoh yang wajib dilakukan segera yaitu beriman kepada Allah hal ini dikarenakan manusia wajib menjaga keimanan secara terus-menerus[8]. 3. Hukum asal perintah tidak dilakukan berkali-kali. الاصل في الامر لا يقتضي التكرار الا ان دل دليل على خلافه Suatu perintah cukup dilaksanakan sekali saja. Pada intinya wajib dilakukan walaupun hanya sekali dalam seumur hidup, kecuali jika ada dalal lain yang menunjukan pelaksanaanya berulang-ulang, sepertihalnya sholat lima waktu.[9] 4. Perintah berarti juga larangan untuk melakukan kebalikanya[10]. الامر بشيء نهي عن ضده Secara tidak langsung Perintah juga menunjukan ada suatu larangan tentang kebalikan perintah perintah untuk beriman juga berarti larangan untuk kufur. 5 Perintah untuk melakukan sesuatu berarti perintah untuk melakukan perkara yang menjadi lantaran terlaksananya perkara tersebut.[11] الامر بشيء امر بما يتوصل اليه Sudah selayaknya bahwa sebuah perkara pasti ada perantaranya. Demikian pula dalam perintah, perintah untuk melakukan sesuatu juga menunjukan perintah melakukan perantara perkara tersebut. Perintah solat juga berarti perintah untuk melakukan hal-hal yang menjadi syarat sholat[12]. Demikian kaidah-kaidah singkat beserta penjelasan ringkas yang masuk dalam permasalahan perintah. 2. LARANGAN النهي النهي secara bahasa bermakna larangan. sedangkan menurut etimologi yaitu permintaan meninggalkan sesuatu menggunakan kucapan dari orang yang derajatnya lebih tinggi kepada orang yang derajatnya lebih rendah وحده استدعاء تركل قد وجب * بالقول من من كان دون الطالب[13]. Larangan juga bisa diartikan sebagai perintah untuk tidak melakukan sesuatu cegahan. Dalam larangan terdapat kaidah-kaidah sebagai berikut 1. Hukum asal larangan adalah karena haram.[14] الاصل في النهي للتحريم Tujuan adanya larangan pada dasarnya karena perkara tersebut tidak boleh dilakukan atau haram. Jadi hukum asal larangan itu untuk mengharamkan. Kecuali ada qorinah atau dalil-dalil lain yang menunjukan bahwa isi dari larangan tersebut bukanlah harom, baik makruh, mubah, atau selainya. Contoh larangan untuk minum arak menunjukakan bahwa minum arak hukumnya haram. 2. Larangan juga berarti perintah untuk melakukan kebalikanya. [15] النهي عن شيء الامر بالضده Sama halnya dengan perintah, larangan juga mengandung hukum perintah untuk melakukan syirik menunjukan wajib beriman. 3. Larangan menunjukan bahwa perkara yang dilarang itu rusak. النهي يدل على فساد المنهي عنه Alasan kenapa ada larangan dikarenakan dalam perkara yang dilarang ada kerusakan. Baik secara hukum maupun secara dzohir. Contoh larangan jual beli barang najis menunjukan bahwa jual belinya rusak dan tidak sah PENUTUP 1. KESIMPULAN Perintah adalah permintaan untuk melakukan sesuatu. Larangan adalah permintaan untuk meninggalkan sesuatu. Hukum asal perintah adalah wajib. Hukum asal larangan adalah haram. Perintah terhadap sesuatu larangan melakukan kebalikanya, begitu juga sebaliknya. Perintah tidak harus segera dilakukan dan berulang-ulang. Perintah melakukan sesuatu juga perintah melakukan perantara perkara tersebut. Larangan terhadab suatu perkara menunjukan kerusakan perkara tersebut. 2. PESAN Kita sebagai umat islam hendaknya faham tentang konsep hukum islam dan syariat islam. Juga memahami kandungan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah, tidak hanya menjadi pengikut buta yang tidah mengetahui sumbernya. DAFTAR PUSTAKA Yahya ,Syarifuddiin Al Umrithi. Tashilut turuqot. Darul kutub islamiyah. —————–Jakarta. 2011 Abdurrohman, al ahdzori. Sulamul munawaroq. API Tegalrejo. Magelang. Khitob ,Muhammad. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. —————-Jakarta. 2011 Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo ————-Magelang. 2005. Al Quran Muhammad , hamid , Abdul. Lathoiful isyarot. Darul kutub islamiyah —————-Jakarta. 2011 [1] Syarifuddiin Yahya Al Umrithi. Tashilut turuqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 46. [2] Abdurrohman al ahdzori. Sulamul munawaroq. API Tegalrejo. Magelang. Hal 18-19. [3] Muhammad Khitob. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 47. [4] Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo. Magelang. 2005. Hal 20. [5] al an’am ayat 72. [6] al maidah ayat 2. [7] Abdul hamid Muhammad. Lathoiful isyarot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 49. [8] Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo. Magelang. 2005. Hal 21. [9] ibid [10] Muhammad Khitob. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 51. [11] ibid [12] Abdul hamid Muhammad. Lathoiful isyarot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 51. [13] Syarifuddiin Yahya Al Umrithi. Tashilut turuqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 52. [14] Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo. Magelang. 2005. Hal 24. [15] Muhammad Khitob. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 51.
kaidah amar dan nahi